Menyimak pemberitaan beberapa media masa akhir-akhir ini tentang
semakin rawannya ketersediaan pangan di Indonesia tentunya sangat
memprihatinkan. Pengaruh kegagalan
panen, bangkrutnya petani dan harga pangan yang makin meningkat dapat
meruntuhkan prospek pertumbuhan ekonomi.
Kondisi dimana harga bahan pangan dan komoditi lain yang tinggi tentu
saja berakibat pada peningkatan inflasi.
Semakin rawannya ketahanan pangan di Indonesia merupakan akibat semakin
menurunnya luas lahan pertanian dan produktivitas lahan yang tidak mungkin
ditingkatkan. Artinya beberapa upaya
untuk meningkatkan hasil produksi pertanian sudah tidak ekonomis lagi.
Peningkatan kebutuhan terhadap produksi pertanian akibat peningkatan
jumlah penduduk di satu sisi, dan semakin terbatasnya jumlah sumber daya
pertanian disisi lain, menuntut perlunya optimalisasi seluruh sumber daya
pertanian, terutama lahan dan air. Oleh
sebab itu, sistem usahatani yang selama ini lebih berorientasi komoditas (commodity oriented) harus beralih kepada
sistem usahatani yang berbasis sumber daya (commodity
base), seperti halnya sistem usahatani agribisnis. Salah satu aspek penting dalam pengembangan
agribisnis adalah bahwa kualitas hasil sama pentingnya dengan kuantitas dan
kontinuitas hasil.
Disamping faktor tanah, produktivitas pertanian sangat dipengaruhi oleh
ketersediaan air dan berbagai unsur iklim.
Namun dalam kenyataannya, iklim/cuaca sering seakan-akan menjadi faktor
pembatas produksi. Hal tersebut disebabkan
kekurang selarasan sistem usahatani dengan iklim akibat kekurang mampuan kita
dalam memahami karakteristik dan menduga iklim, sehingga upaya antisipasi
resiko dan sifat ekstrimnya tidak dapat dilakukan dengan baik. Akibatnya, sering tingkat hasil dan mutu
produksi pertanian yang diperoleh kurang memuaskan dan bahkan gagal sama
sekali.
Sesuai dengan karakteristik dan kompleksnya faktor iklim, maka
kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dalam memodifikasi dan
mengendalikan iklim sangat terbatas.
Oleh sebab itu pendekatan yang paling efektif untuk memanfaatkan sumber
daya iklim adalah menyesuaikan sistem
usahatani dan paket teknologinya dengan
kondisi iklim setempat. Penyesuaian
tersebut harus didasarkan pada pemahaman terhadap karakteristik dan sifat iklim
secara baik melalui analisis dan interpretasi data iklim. Mutu hasil analisis dan
interpretasi data iklim, selain ditentukan oleh metode analisis yang digunakan,
juga sangat ditentukan oleh jumlah dan mutu data.